Kritik Hadis Sejak Masa Nabi ﷺ
Kritik hadis sebenarnya sudah muncul sejak masa Nabi Muhammad ﷺ masih hidup. Para sahabat tidak segan bertanya langsung kepada Rasulullah apabila ada keraguan terhadap suatu berita.
Salah satu contoh adalah ketika Umar bin Khattab mendengar kabar bahwa Nabi menceraikan istri-istrinya. Umar segera mencari Rasulullah untuk memastikan kebenaran berita tersebut. Ternyata kabar itu tidak benar; Nabi hanya berdiam diri sejenak, bukan menceraikan istri-istrinya.
Ini menunjukkan bahwa pada masa Nabi, sahabat melakukan konfirmasi langsung kepada sumber utama: Rasulullah ﷺ.
Kritik Hadis di Masa Sahabat
Setelah Rasulullah wafat, sahabat tetap menjaga kehati-hatian dalam menerima hadis. Mereka tidak serta merta membenarkan sebuah berita, melainkan melakukan konfirmasi kepada sahabat lain yang juga mendengar langsung dari Nabi.
Contoh terkenal terjadi pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq. Seorang nenek datang meminta bagian warisan. Abu Bakar menjawab bahwa ia tidak menemukan ketentuan warisan nenek dalam Al-Qur’an maupun hadis yang ia ketahui. Abu Bakar lalu bertanya kepada sahabat lain. Mughīrah bin Syu‘bah menyatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi memberikan warisan seperenam kepada seorang nenek. Abu Bakar tidak langsung puas dengan satu saksi, ia meminta konfirmasi tambahan. Lalu Muhammad bin Maslamah membenarkan kesaksian Mughīrah. Barulah Abu Bakar menetapkan hukum tersebut.
Kisah ini menunjukkan adanya proses verifikasi berlapis dalam menerima hadis.
Contoh lain terjadi pada masa Umar bin Khattab dengan Abu Musa al-Asy‘ari. Abu Musa mengetuk pintu rumah Umar tiga kali, memberi salam, namun tidak mendapat jawaban, lalu ia pulang. Umar mempertanyakan hal itu. Abu Musa menjawab bahwa Nabi pernah mengajarkan: jika salam tiga kali tidak dijawab, maka pulanglah. Umar meminta bukti tambahan. Abu Musa pun menghadirkan sahabat lain, di antaranya Abu Sa‘id al-Khudri, yang menguatkan hadis tersebut. Setelah ada saksi lain, Umar menerimanya.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa para sahabat sangat hati-hati agar hadis yang disampaikan benar-benar valid, bukan sekadar kabar yang salah dengar.
Mengapa Sahabat Begitu Hati-hati?
Kehati-hatian sahabat lahir dari rasa takut berbohong atas nama Rasulullah ﷺ. Bahkan sebagian sahabat sengaja mengurangi riwayat hadis (taqlīlu ar-riwāyah) karena khawatir keliru dalam menyampaikan.
Hal ini sejalan dengan peringatan Nabi: "Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka."
Penutup
Dari uraian di atas, kita dapat memahami bahwa kritik hadis—baik sanad maupun matan—sudah dipraktikkan sejak masa Nabi dan para sahabat. Metode mereka sederhana: konfirmasi, verifikasi, dan kehati-hatian.
Untuk pertemuan selanjutnya, insyaAllah akan dibahas perkembangan kritik hadis pada masa tabi‘in serta faktor-faktor yang mendorong lahirnya tradisi kritik hadis.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.