Wednesday, September 17, 2025

Sejarah kritik hadis (2)


Kritik Hadis Sejak Masa Nabi ﷺ

Kritik hadis sebenarnya sudah muncul sejak masa Nabi Muhammad ﷺ masih hidup. Para sahabat tidak segan bertanya langsung kepada Rasulullah apabila ada keraguan terhadap suatu berita.

Salah satu contoh adalah ketika Umar bin Khattab mendengar kabar bahwa Nabi menceraikan istri-istrinya. Umar segera mencari Rasulullah untuk memastikan kebenaran berita tersebut. Ternyata kabar itu tidak benar; Nabi hanya berdiam diri sejenak, bukan menceraikan istri-istrinya.

Ini menunjukkan bahwa pada masa Nabi, sahabat melakukan konfirmasi langsung kepada sumber utama: Rasulullah ﷺ.

Kritik Hadis di Masa Sahabat

Setelah Rasulullah wafat, sahabat tetap menjaga kehati-hatian dalam menerima hadis. Mereka tidak serta merta membenarkan sebuah berita, melainkan melakukan konfirmasi kepada sahabat lain yang juga mendengar langsung dari Nabi.

Contoh terkenal terjadi pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq. Seorang nenek datang meminta bagian warisan. Abu Bakar menjawab bahwa ia tidak menemukan ketentuan warisan nenek dalam Al-Qur’an maupun hadis yang ia ketahui. Abu Bakar lalu bertanya kepada sahabat lain. Mughīrah bin Syu‘bah menyatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi memberikan warisan seperenam kepada seorang nenek. Abu Bakar tidak langsung puas dengan satu saksi, ia meminta konfirmasi tambahan. Lalu Muhammad bin Maslamah membenarkan kesaksian Mughīrah. Barulah Abu Bakar menetapkan hukum tersebut.

Kisah ini menunjukkan adanya proses verifikasi berlapis dalam menerima hadis.

Contoh lain terjadi pada masa Umar bin Khattab dengan Abu Musa al-Asy‘ari. Abu Musa mengetuk pintu rumah Umar tiga kali, memberi salam, namun tidak mendapat jawaban, lalu ia pulang. Umar mempertanyakan hal itu. Abu Musa menjawab bahwa Nabi pernah mengajarkan: jika salam tiga kali tidak dijawab, maka pulanglah. Umar meminta bukti tambahan. Abu Musa pun menghadirkan sahabat lain, di antaranya Abu Sa‘id al-Khudri, yang menguatkan hadis tersebut. Setelah ada saksi lain, Umar menerimanya.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa para sahabat sangat hati-hati agar hadis yang disampaikan benar-benar valid, bukan sekadar kabar yang salah dengar.

Mengapa Sahabat Begitu Hati-hati?

Kehati-hatian sahabat lahir dari rasa takut berbohong atas nama Rasulullah ﷺ. Bahkan sebagian sahabat sengaja mengurangi riwayat hadis (taqlīlu ar-riwāyah) karena khawatir keliru dalam menyampaikan.

Hal ini sejalan dengan peringatan Nabi: "Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka."

Penutup

Dari uraian di atas, kita dapat memahami bahwa kritik hadis—baik sanad maupun matan—sudah dipraktikkan sejak masa Nabi dan para sahabat. Metode mereka sederhana: konfirmasi, verifikasi, dan kehati-hatian.

Untuk pertemuan selanjutnya, insyaAllah akan dibahas perkembangan kritik hadis pada masa tabi‘in serta faktor-faktor yang mendorong lahirnya tradisi kritik hadis.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tuesday, September 16, 2025

Ngaji Al Hikam #23

 Ceramah Kitab Al-Hikam – Hikmah ke-23

(Berdasarkan penjelasan Ibnu Athaillah As-Sakandari dan syarah Syekh Ramadan Al-Buthi)



Bismillahirrahmanirrahim.  

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga dan para sahabat beliau.  


Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang di pagi hari ini masih memberi kita nikmat sehingga bisa menunaikan salat Subuh berjamaah. Semoga majelis ilmu ini membawa berkah, kelapangan hati, keberkahan rezeki, serta menjadi pemberat amal kita di akhirat. Amin, Allahumma amin.  


Hari ini kita sampai pada **hikmah ke-23 dalam Kitab Al-Hikam** karya Ibnu Athaillah As-Sakandari. Beliau berkata:  


"Janganlah engkau menunggu-nunggu terbebas dari segala hal selain Allah (al-aghyar). Karena menunggu hal itu hanya akan memutusmu dari muraqabah kepada Allah dalam keadaanmu sekarang."  


### Makna Aghyar

Aghyar berarti segala sesuatu selain Allah yang membuat kita lalai dari-Nya. Selama kita hidup di dunia, kita tidak akan pernah terlepas dari aghyar—dari cobaan, kesibukan, godaan, dan hal-hal duniawi. Itulah tabiat dunia.  


Jika seseorang menunggu saat terbebas sepenuhnya dari dunia, berarti ia tidak memahami hakikat dunia. Tempat istirahat sejati hanyalah ketika seorang hamba wafat dan bertemu Allah. Selama masih hidup, dalam kondisi apa pun, selalu ada cobaan.  


### Fase-fase Ujian Dunia

- Masa muda: cobaan berupa kesenangan dunia, fisik yang sehat, semangat besar namun sering lalai dari ibadah.  

- Masa dewasa (sekitar usia 40 tahun): cobaan berupa kesibukan bekerja, mengurus keluarga, mencari nafkah.  

- Masa tua/pensiun: tetap ada cobaan. Tidak ada yang benar-benar bebas dari urusan dunia sampai ajal tiba.  


### Hakikat Dunia

Dunia adalah tempat ujian. Semua orang akan mendapatkan kesibukan dan cobaan masing-masing. Tidak ada satu pun yang hidupnya 100% tenang. Bahkan orang yang mengasingkan diri pun tetap akan berhadapan dengan aghyar—misalnya rasa bangga dengan ibadahnya, atau masih terbawa sakit hati terhadap ucapan orang lain.  


### Solusi: Kembali kepada Allah

Karena tabiat dunia memang begitu, maka solusinya hanya satu: kembali kepada Allah dalam setiap keadaan.  

- Mengadukan segala keluh kesah langsung kepada Allah, bukan hanya kepada manusia.  

- Memperbanyak zikir dan doa dalam keseharian.  

- Membiasakan mengaitkan setiap aktivitas dengan nama Allah—makan dengan bismillah, masuk rumah dengan salam, keluar-masuk masjid dengan doa, bahkan bersin pun diiringi doa dan saling mendoakan.  


Dengan cara itu, hidup seorang muslim selalu terhubung dengan Allah, bahkan dalam hal-hal sederhana.  


### Pentingnya Pendidikan Adab Sejak Dini

Anak-anak perlu dididik dengan adab islami sejak kecil, baik di sekolah maupun di rumah. Jika sekolah formal tidak cukup memberi porsi agama, maka harus ditambah dengan pengajian sore atau pendidikan Al-Qur’an. Karena kebiasaan kecil seperti doa, salam, dan adab islami akan melekat kuat pada diri mereka.  


### Dunia sebagai Ujian

Allah memang menciptakan dunia penuh dengan syahwat: cinta kepada harta, anak, pasangan, kebun, ternak, dan sebagainya. Semua itu adalah ujian.  


Seorang mukmin selalu dalam keadaan baik:  

- Jika diberi nikmat, ia bersyukur → mendapat pahala.  

- Jika diberi cobaan, ia bersabar → mendapat pahala.  


Inilah yang membedakan orang beriman dengan orang kafir atau ateis. Bagi mukmin, hidup penuh harapan karena yakin ada balasan indah setelah terowongan gelap dunia. Sedangkan bagi orang yang tidak beriman, dunia terasa menekan karena diyakini berakhir tanpa makna.  


### Penutup

Kesimpulannya:  

- Dunia adalah tempat ujian, bukan tempat istirahat.  

- Tidak ada seorang pun yang bisa lepas sepenuhnya dari kesibukan dunia.  

- Solusi adalah selalu kembali kepada Allah melalui doa, zikir, dan mengaitkan segala nikmat dengan-Nya.  

- Semoga kita semua diberi kekuatan untuk melalui ujian dunia dengan sabar dan syukur, hingga akhirnya mendapat husnul khatimah. Amin, Allahumma amin.

Tuesday, September 9, 2025

Hikmah di Balik Setiap Hembusan Nafas

 Hikmah di Balik Setiap Hembusan Nafas: Memahami Qada dan Qadar

Setiap tarikan dan hembusan nafas manusia bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Dalam Islam, setiap nafas yang keluar dari tubuh kita telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Selama masih ada rezeki berupa nafas, manusia akan terus hidup di dunia. Namun ketika jatah nafas itu habis sesuai dengan ketetapan Allah, maka saat itulah seseorang dipanggil untuk kembali kepada-Nya.


Kesadaran ini mengajarkan bahwa setiap nafas adalah qadar, sebuah ketetapan Allah yang tidak mungkin tertukar.

Memahami Qada dan Qadar


Dalam kajian para ulama, ada dua istilah penting: qada dan qadar.

- Qada adalah ilmu Allah tentang sesuatu yang akan terjadi di masa depan.

- Qadar adalah terwujudnya peristiwa tersebut di dunia sesuai dengan ilmu Allah.


Dengan kata lain, qada adalah pengetahuan Allah, sedangkan qadar adalah realisasi dari pengetahuan itu. Penting untuk dipahami bahwa ilmu Allah tidak berarti paksaan. Allah mengetahui segala sesuatu, tetapi manusia tetap diberi ikhtiar untuk memilih jalan hidupnya.

Ilmu Allah Tidak Memaksa Manusia


Banyak orang bertanya, apakah ketika kita berbuat baik atau berbuat dosa, itu artinya kita dipaksa oleh Allah? Jawabannya: tidak. Ilmu Allah tidak memaksa manusia. Manusia tetap memiliki pilihan.


Sebuah perumpamaan sederhana: seorang ayah mengetahui bahwa anaknya tidak akan lulus ujian karena malas belajar. Ketika anak itu benar-benar tidak lulus, apakah berarti sang ayah yang membuatnya gagal? Tidak. Pengetahuan ayah hanya menyingkap apa yang memang akan terjadi, bukan memaksakan. Begitu pula dengan ilmu Allah.


Allah mengetahui segala sesuatu, tetapi keputusan untuk taat atau bermaksiat ada di tangan manusia. Karena itu, pahala dan dosa tetap menjadi tanggung jawab manusia.

Tentang Jodoh, Rezeki, dan Hidup Manusia


Dalam hadis disebutkan bahwa sejak manusia masih berada di dalam kandungan, Allah telah menetapkan rezekinya, jodohnya, amal perbuatannya, hingga apakah ia termasuk orang yang bahagia atau sengsara. Namun sekali lagi, pengetahuan Allah ini tidak berarti paksaan. Semua manusia tetap diberi ikhtiar.


Ketika seseorang memilih jalan ketaatan, itulah pilihannya. Jika memilih jalan maksiat, itu pun pilihannya. Allah hanya mengetahui dan menetapkan dalam ilmu-Nya, sementara manusia bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

Pengetahuan Allah vs Pengetahuan Manusia


Perbedaan besar antara manusia dan Allah adalah pada pengetahuan. Manusia hanya menebak masa depan, sedangkan Allah sudah mengetahui sejak awal penciptaan hingga akhir kehidupan. Allah tidak terikat oleh waktu, sebab Dialah yang menciptakan waktu.


Oleh karena itu, manusia seharusnya hidup dengan kepasrahan. Kita berusaha sebaik mungkin, namun hasilnya kita serahkan sepenuhnya kepada Allah. Jika hasil sesuai harapan, itu rezeki. Jika berbeda, pasti ada hikmah yang Allah siapkan.

Belajar Pasrah Lewat Kehidupan Sehari-hari


Sering kali kita pasrah kepada hal-hal duniawi. Misalnya ketika naik pesawat, kita tidak mengenal pilotnya, tidak tahu jam terbangnya, tapi kita percaya ia akan membawa kita ke tujuan. Kalau kepada manusia saja kita bisa pasrah, seharusnya kepada Allah—Sang Pengatur seluruh alam—kita lebih yakin lagi.


Sayangnya, ada sebagian orang yang tidak mampu pasrah kepada Allah hingga berujung pada stres bahkan bunuh diri. Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di negara-negara modern yang minim nilai spiritual. Berbeda dengan orang beriman, yang yakin bahwa hidup dan mati ada dalam genggaman Allah, sehingga ia bisa lebih tenang menghadapi cobaan.

Menyikapi Takdir dengan Lapang Dada


Meyakini qada dan qadar seharusnya menjauhkan kita dari iri hati. Rezeki setiap orang sudah ditetapkan. Tidak mungkin tertukar. Kalau ada orang lain mendapat nikmat lebih, kita boleh berharap mendapatkan hal serupa tanpa menginginkan nikmat itu hilang dari mereka. Itulah yang disebut ghibthah, berbeda dengan hasad yang merusak hati.


Kadang justru dengan keterbatasan, Allah menjaga kita dari kesibukan dunia yang bisa melalaikan ibadah. Misalnya, jika menjadi miliarder mungkin kita terlalu sibuk bisnis hingga tidak sempat salat berjamaah atau hadir di majelis ilmu. Maka, apa pun keadaan kita, yakinlah itulah yang terbaik menurut Allah.

Penutup


Setiap nafas yang keluar dan masuk dalam hidup kita adalah bagian dari qadar Allah. Tidak ada satu pun yang luput dari ilmu-Nya, baik peristiwa yang disebabkan oleh manusia maupun yang terjadi di luar kendali manusia.


Kesadaran ini mengajarkan kita untuk:

1. Berusaha dengan sungguh-sungguh (ikhtiar).

2. Pasrahkan hasil kepada Allah.

3. Hidup dengan hati yang ridha, tidak iri dan tidak kecewa dengan takdir.


Akhirnya, yang terpenting adalah kembali kepada Allah dengan hati yang bersih: illa man atallaha biqalbin salim—kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.

Monday, September 8, 2025

Memaknai Maulid Nabi Muhammad SAW: Cahaya, Rahmat, dan Teladan

 Memaknai Maulid Nabi Muhammad SAW: Cahaya, Rahmat, dan Teladan 

- Syaikh Ali Muhammad 'Abdul Wahhab (Mesir)

Setiap tahun, umat Islam di berbagai belahan dunia berkumpul untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan ini bukan sekadar seremonial, melainkan momentum untuk merenungkan kembali betapa agungnya sosok Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah SWT sendiri menegaskan dalam Al-Qur’an:


“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)


Rahmat yang dibawa Nabi Muhammad SAW tidak terbatas hanya bagi manusia, tetapi juga bagi seluruh makhluk, termasuk hewan, tumbuhan, bahkan benda mati. Diriwayatkan bahwa batang pohon kurma pernah menangis rindu kepada Nabi, dan seekor unta yang diperlakukan buruk oleh pemiliknya pun mengadu kepada beliau.

## Nabi sebagai Cahaya dan Rahmat


Nabi Muhammad SAW digambarkan Allah sebagai cahaya (nur) yang menerangi manusia dengan petunjuk dan hidayah. Cahaya ini tidak hanya bermakna simbolik, tetapi juga nyata. Ibunda beliau, Aminah RA, menuturkan bahwa saat melahirkan Rasulullah, keluar cahaya terang yang menyinari hingga istana-istana di negeri Syam.


Beliau adalah Nabi Rahmah, Nabi Hidayah, dan Nabi Nur—pembawa kasih sayang, petunjuk, dan cahaya bagi umat manusia.

## Barokah Kehadiran Rasulullah


Kehadiran Rasulullah SAW membawa keberkahan luar biasa. Hal ini dialami langsung oleh Halimah As-Sa’diyah, ibu susu beliau. Sebelum menyusui Nabi, air susunya kering. Namun, setelah menyusui Rasulullah, air susunya menjadi penuh hingga cukup untuk anaknya sendiri. Malam itu, mereka sekeluarga bisa tidur nyenyak karena semua bayi kenyang.


Kisah ini menunjukkan bahwa sejak kecil, Nabi Muhammad SAW telah membawa berkah bagi siapa pun yang dekat dengannya.

## Keistimewaan Nabi Muhammad SAW


Beberapa keistimewaan Rasulullah SAW yang membedakan beliau dengan para nabi lain, antara lain:


1. **Lahir dalam keadaan yatim.** Nabi Muhammad SAW tidak diasuh oleh ayahnya, melainkan langsung dalam asuhan Allah SWT. Beliau bersabda: “Tuhanku yang mendidikku, maka Dia memperindah pendidikanku.”

2. **Namanya diberikan langsung oleh Allah SWT.** Jika pada masa jahiliah nama-nama seperti Abdul Lata atau Abdul Uzza biasa digunakan, maka Allah menamakan Rasul-Nya dengan nama Muhammad, yang berarti “orang yang terpuji.” Beliau terpuji di bumi dan di langit.

3. **Namanya disandingkan dengan nama Allah.** Dalam syahadat, tidak sah seseorang hanya menyebut “Asyhadu alla ilaha illallah” tanpa melanjutkan “wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah.” Bahkan dalam azan, nama beliau selalu bergandengan dengan nama Allah.

## Perintah Berselawat kepada Nabi


Keagungan Rasulullah SAW semakin nyata ketika Allah memerintahkan umat Islam untuk memperbanyak selawat. Allah SWT berfirman:


“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)


Selawat dari Allah adalah rahmat, sedangkan selawat dari para malaikat adalah doa ampunan. Maka, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak selawat kepada Rasulullah SAW sebagai bentuk cinta dan pengagungan.

## Nabi sebagai Teladan (Uswah Hasanah)


Lebih dari sekadar dirayakan, Maulid Nabi seharusnya menjadi momentum untuk meneladani akhlak beliau. Rasulullah SAW dikenal dengan julukan Al-Amin (yang terpercaya) bahkan sebelum diangkat menjadi nabi.


Akhlak mulia Rasulullah tercermin dalam sabdanya: “Tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman seseorang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga hak-hak tetangga.


Di rumah, Rasulullah SAW juga menjadi teladan. Aisyah RA meriwayatkan bahwa beliau membantu pekerjaan keluarganya, memperbaiki sandalnya, menambal pakaiannya, bahkan memerah susu kambingnya sendiri. Meski seorang nabi dan rasul, beliau tidak pernah menyombongkan diri di hadapan keluarga.

## Hakikat Merayakan Maulid


Merayakan Maulid Nabi bukan hanya dengan berkumpul, berdoa, dan berselawat, tetapi juga dengan berusaha meneladani akhlak beliau. Perayaan sejati adalah dengan menanamkan sifat jujur, amanah, kasih sayang, serta kepedulian terhadap sesama.


Nabi Muhammad SAW adalah rahmat, cahaya, teladan, sekaligus anugerah terbesar bagi umat manusia. Maka, mencintai beliau berarti mengikuti ajarannya dan menebarkan rahmat bagi sesama.

Friday, September 5, 2025

Kenapa Berbahagia dengan Maulid Nabi?

 Maulid Nabi dan Rasa Syukur

Di bulan Maulid ini, kita menyaksikan banyak kaum muslimin bergembira menyambut kelahiran Rasulullah ﷺ. Rumah-rumah dan masjid ramai dengan perayaan Maulid Nabi, sebagai ungkapan cinta dan syukur atas hadirnya junjungan kita.

Mengapa umat Islam wajib bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad ﷺ? Ada beberapa alasan yang mendasarinya.

Tiga Alasan Mencintai Rasulullah ﷺ

Menurut para ulama, cinta biasanya timbul karena tiga hal:

1. Mendatangkan manfaat - Kita mencintai seseorang yang memberi manfaat. Rasulullah ﷺ adalah pembawa nikmat iman dan Islam. Melalui beliau, kita mengenal hidayah Allah.

2. Menolak bahaya - Kita juga mencintai orang yang melindungi kita dari musibah. Rasulullah ﷺ kelak akan memberikan syafaat di hari kiamat, ketika manusia dalam keadaan sangat sulit dan putus asa.

3. Sifat-sifat mulia - Bahkan jika tidak merasakan manfaat langsung, kita akan mencintai orang yang terkenal dengan akhlak dan keadilan. Rasulullah ﷺ memiliki semua sifat luhur yang sempurna.

Tiga sebab cinta ini semuanya ada pada diri Nabi Muhammad ﷺ.

Rasulullah ﷺ dan Syafaat di Hari Kiamat

Di padang mahsyar kelak, manusia akan kebingungan menghadapi dahsyatnya murka Allah. Mereka mendatangi para nabi untuk memohon syafaat. Namun hanya Rasulullah ﷺ yang berkata: 'Ana laha, ana laha – akulah pemilik syafaat itu.'

Beliau bersujud, berdoa, hingga Allah memberi izin untuk memberi syafaat kepada umatnya. Begitu besar jasa Rasulullah ﷺ kepada kita, sampai beliau tidak akan tenang sebelum umatnya diselamatkan dari api neraka.

Keteladanan Akhlak Rasulullah ﷺ

Selain bergembira atas kelahiran beliau, kewajiban kita adalah meneladani akhlaknya. Salah satu kisah yang masyhur adalah peristiwa dakwah di Thaif.

Ketika diusir, dicaci, dan dilempari batu hingga terluka, Rasulullah ﷺ tetap bersabar. Malaikat Jibril menawarkan untuk menimpakan gunung kepada penduduk Thaif, tetapi beliau menolak. Dengan penuh kasih, beliau berdoa:

“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”

Inilah bukti kelembutan akhlak Nabi ﷺ. Hasilnya, dakwah Islam berkembang hingga ke seluruh Jazirah Arab, bahkan sampai ke Nusantara.

Penutup

Dari kisah ini, kita belajar bahwa bergembira atas kelahiran Rasulullah ﷺ bukan sekadar seremonial, tetapi harus diwujudkan dengan mencintai beliau, meneladani akhlaknya, serta memperkuat iman dan takwa kita kepada Allah.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Thursday, September 4, 2025

Kelahiran Nabi Muhammad

 Masa Kecil Nabi Muhammad SAW: Hikmah dan Perjalanan Pengasuhan

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada kesempatan ini, kita melanjutkan kajian sirah Nabawiyah tentang masa kecil Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kelahiran Nabi dan Tanda-Tanda Keistimewaan

Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun Gajah, tepatnya tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Malam kelahiran beliau disertai peristiwa luar biasa: istana Kisra terguncang, Danau Sawa mengering, dan api abadi di Persia yang menyala selama seribu tahun padam. Semua itu menjadi tanda keistimewaan kedatangan Rasul terakhir.

Sejak lahir, Nabi Muhammad diasuh oleh ibunya, Aminah, dan kemudian disusui oleh beberapa ibu susuan, di antaranya Halimah As-Sa’diyah serta Tsuwaibah Al-Aslamiyah, budak Abu Lahab yang sempat dimerdekakan karena kabar gembira kelahiran beliau. Selain itu, beliau juga dirawat oleh Ummu Aiman (Barakah Al-Habasyiyah), seorang perempuan berkulit hitam yang diwariskan dari ayah beliau, Abdullah, dan kelak dimerdekakan lalu dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah.

Peristiwa Pembelahan Dada

Ketika kecil dan berada di perkampungan Bani Sa’ad, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa pembelahan dada. Malaikat Jibril datang, membelah dada beliau, mengeluarkan bagian yang disebut “bagian setan”, lalu mencuci hati beliau dengan air zamzam di bejana emas.

Anak-anak yang menyaksikan peristiwa itu mengira Nabi terbunuh dan melapor kepada Halimah. Namun, Nabi hanya tampak pucat setelah kejadian tersebut.

Para ulama menjelaskan, peristiwa ini bukanlah sekadar fisik, melainkan simbol pemurnian ruhani sejak kecil. Menurut Syekh Ramadan Al-Buthi, hikmah utamanya adalah persiapan spiritual Nabi untuk menerima amanah besar sebagai Rasul. Bahkan, beberapa riwayat menyebutkan peristiwa pembelahan dada terjadi lebih dari sekali, termasuk menjelang Isra’ Mi’raj.

Yatim Sejak Dalam Kandungan

Sejak awal kehidupan, Nabi Muhammad SAW diuji dengan kehilangan orang tua. Ayahnya, Abdullah, wafat saat Nabi masih dalam kandungan. Ketika berusia 4 atau 6 tahun (terdapat perbedaan riwayat), ibunda beliau, Aminah, juga wafat. Sejak itu, beliau menjadi yatim piatu.

Pengasuhan Nabi kemudian berpindah kepada kakeknya, Abdul Muthalib, hingga wafat pada saat Nabi berusia sekitar 8 tahun. Setelah itu, tanggung jawab pengasuhan jatuh kepada pamannya, Abu Thalib, saudara kandung Abdullah.

Perlindungan Abu Thalib

Abu Thalib bukan hanya menjadi pengasuh, tetapi juga pelindung Nabi hingga dewasa. Selama Abu Thalib hidup, orang-orang Quraisy tidak berani menyakiti Nabi karena wibawa beliau sebagai pemimpin suku. Bahkan, Abu Thalib terus membela Nabi meski tidak memeluk Islam.

Orang-orang Quraisy pernah mendesak Abu Thalib agar menghentikan dakwah keponakannya dengan imbalan harta, tahta, dan wanita. Namun, Nabi menjawab dengan tegas:

“Andaikan matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan meninggalkan dakwah ini.”

Setelah Abu Thalib wafat, barulah orang Quraisy berani menyakiti Nabi, hingga peristiwa-peristiwa menyedihkan terjadi, seperti beliau dilempari kotoran hewan saat shalat di Ka’bah atau kepalanya ditaburi tanah.

Hikmah Kehidupan Nabi Sejak Kecil

Dari perjalanan masa kecil Nabi Muhammad SAW, kita dapat melihat hikmah besar:

1. Beliau yatim piatu sejak dini agar tak ada yang menuduh risalahnya dipengaruhi orang tua.

2. Pengasuhan langsung dari Allah, sehingga akhlak beliau murni.

3. Lingkungan yang beragam — diasuh ibu susuan, budak, kakek, dan paman — membentuk ketangguhan beliau menghadapi berbagai kondisi.

4. Didikan ilahi tercermin dalam sabda beliau: “Tuhanku telah mendidikku, dan Dia memperindah pendidikanku.”

Masa kecil Nabi Muhammad SAW penuh ujian, namun setiap peristiwa justru menjadi persiapan untuk tugas besar beliau sebagai Rasul terakhir. Sejak awal, Allah sudah menyiapkan Nabi dengan cara yang tidak dimiliki manusia lain: melalui pembersihan jiwa, ujian kehilangan orang tua, dan perlindungan dari sosok-sosok penting di sekitarnya.

Wednesday, September 3, 2025

Sejarh dan konsep kritik hadis (1)

 Sejarah dan Konsep Kritik Hadis

Bismillahirrahmanirrahim.

Ilmu hadis merupakan salah satu disiplin penting dalam khazanah keilmuan Islam. Di dalamnya terdapat cabang khusus yang disebut *naqd al-hadits* atau kritik hadis, yaitu usaha para ulama untuk menilai, memilah, serta menjelaskan kualitas hadis Nabi Muhammad ﷺ.

Makna Kritik Hadis

Secara bahasa, kata *naqd* berarti membedakan sesuatu yang baik dari yang buruk. Misalnya, membedakan uang dinar asli dengan dinar palsu. Maka, *naqd* mengandung arti memilah, menilai, dan menyeleksi.

Adapun secara istilah, *naqd al-hadits* berarti mengetahui hakikat periwayatan, membedakan hadis sahih dari yang lemah atau palsu, serta menjelaskan adanya cacat (*‘illat*) dalam sanad maupun matannya. Dengan demikian, kritik hadis adalah ilmu yang menuntut kejelian dan kedalaman pengetahuan.

Ilmu Hadis Dirayah dan Riwayah

Dalam perkembangan ilmu hadis, para ulama membaginya ke dalam dua cabang besar:

1. **Ilmu Hadis Dirayah** - Yaitu ilmu tentang kaidah-kaidah umum untuk menilai keadaan sanad (rantai periwayatan) maupun matan (teks hadis). Dirayah mirip dengan usul fikih—ia berisi teori, syarat, dan prinsip dasar. Misalnya, apa itu hadis sahih, apa saja syaratnya, dan bagaimana cara mengujinya.

2. **Ilmu Hadis Riwayah** - Yaitu ilmu yang berisi kumpulan hadis itu sendiri: ucapan Nabi ﷺ, perbuatan beliau, ketetapan, maupun sifat-sifat beliau, yang diriwayatkan dan ditulis dengan sanad tertentu. Riwayah adalah penerapan dari kaidah-kaidah dalam dirayah.

Dengan kata lain, ilmu hadis *dirayah* adalah input berupa teori, sedangkan ilmu hadis *riwayah* adalah output berupa penerapan.

Kritik Hadis dalam Praktik

Kritik matan hadis merupakan penerapan ilmu dirayah. Ilmu ini juga dikenal dengan nama *usul al-hadits* atau *musthalah al-hadits*. Seorang pengkritik hadis tidak cukup hanya dengan pengetahuan teoritis; ia harus menjalani proses panjang berupa latihan, penelitian, dan perhatian penuh terhadap hadis Nabi ﷺ.

Al-Khatib al-Baghdadi menjelaskan bahwa seorang ahli hadis hanya bisa mencapai derajat kritikus setelah melalui *tulul mumarasah*—lamanya berlatih dan mendalami hadis secara intensif.

Perumpamaannya seperti seorang ahli emas (*sharrâf*). Ia tidak dapat menilai emas hanya dari bentuk atau ukurannya. Ia memerlukan pengalaman, penelitian, bahkan uji coba dengan cairan tertentu untuk mengetahui kadar emas. Begitu pula dengan ahli hadis: untuk menilai hadis sahih atau dhaif, diperlukan pengalaman panjang dalam meneliti ribuan hadis.

Tokoh-Tokoh Ahli Hadis

Di masa lalu, banyak ulama besar yang mengabdikan hidupnya untuk ilmu hadis, hingga mendapat gelar *al-Hafizh* karena hafalan hadis mereka yang sangat banyak. Di era modern, keluarga al-Ghumari dari Maroko dikenal sebagai salah satu keluarga ulama yang masih mempertahankan tradisi hafalan hadis dengan sanad yang luas. Mereka menjadi contoh bagaimana dedikasi penuh terhadap hadis melahirkan kemampuan untuk membedakan hadis yang sahih dan dhaif.

Definisi Matan

Secara bahasa, *matan* berarti sesuatu yang kokoh dan kuat. Dalam istilah ilmu hadis, *matan* adalah teks hadis yang memuat makna, biasanya didahului oleh sanad. Dengan demikian, matan adalah bagian hadis yang berisi sabda, perbuatan, atau ketetapan Nabi ﷺ, sedangkan sanad adalah rantai perawinya.

Contoh dalam kitab Shahih Bukhari, setiap hadis selalu diawali dengan sanad yang menyebut nama-nama perawi, lalu diakhiri dengan matan yang merupakan isi hadis.

Penutup

Kritik hadis adalah tradisi ilmiah yang sangat penting dalam Islam. Melalui proses panjang, para ulama berusaha menjaga kemurnian ajaran Nabi Muhammad ﷺ, memilah hadis sahih dari yang lemah atau palsu, serta memastikan bahwa umat mendapatkan ajaran yang benar. Ilmu ini bukan hanya teori, tetapi hasil dari pengalaman, hafalan, dan dedikasi penuh para ulama sepanjang sejarah.