Monday, September 29, 2025

Peran Ilmu Mantiq dalam Ilmu Kalam (part. 1)

 Peran Ilmu Mantiq dalam Ilmu Kalam

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wasshalatu wassalamu ‘ala sayyidil mursalin wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du.


Tulisan ini berangkat dari pengalaman pribadi penulis ketika berada di Banjar. Meskipun awalnya bersifat catatan sederhana, saya merasa penting untuk membahas hubungan erat antara ilmu mantiq (logika) dengan ilmu kalam. Judul yang saya pilih adalah:


“Daurul Mantiq fi Bina’il Barahin al-Kalamiyah”

(Peran Ilmu Mantiq dalam Pembangunan Dalil-dalil Kalamiyah).

1. Pengantar: Pentingnya Mantiq

Dalam tradisi keilmuan Islam, barahin (dalil) terbagi dua: ada yang menghasilkan yaqin (kepastian), dan ada yang hanya menghasilkan dzann (dugaan). Ilmu mantiq hanya menerima dalil yang sampai pada tingkat yakin. Sebaliknya, dalil yang bersifat dzanni memang diajarkan, namun tidak dijadikan pegangan dalam mantiq.


Berbeda dengan fikih yang menerima dalil dzanni, ilmu kalam menuntut keyakinan penuh. Karena itu, barahin kalamiyah selalu bersifat yakiniah, sejalan dengan prinsip mantiq.

2. Ilmu Alat dan Ilmu Maksud

Ilmu mantiq termasuk ‘ulum al-alah (ilmu alat), yakni ilmu yang dipelajari bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk membantu memahami ilmu lain. Ilmu nahwu, misalnya, dipelajari agar seseorang mampu memahami Al-Qur’an, hadis, atau kitab-kitab syarah.


Sebaliknya, ada ‘ulum al-maqshud, yaitu ilmu yang dipelajari demi dirinya sendiri, seperti fikih, tafsir, dan hadis. Ketiga ilmu inilah yang menjadi dasar keilmuan Islam.


Mantiq berfungsi sebagai penguat nalar agar pemahaman kita dalam ilmu-ilmu tersebut lebih mendalam dan terhindar dari kesalahan berpikir.

3. Pandangan Ulama dan Habaib tentang Mantiq

Sebagian orang beranggapan bahwa para habaib menolak ilmu mantiq. Padahal, sebenarnya mereka tidak menolaknya, hanya saja fokus mereka lebih kepada fikih, tasawuf, dan tarbiyah amal (seperti salat, zikir, dan puasa).


Namun, tercatat pula beberapa habaib yang mendalami mantiq, bahkan menulis syarah dalam disiplin ini. Artinya, sikap mereka bukanlah penolakan, melainkan perbedaan kecenderungan.

4. Definisi Ilmu Mantiq

Secara bahasa, mantiq berasal dari kata nuthq (ucapan atau berpikir). Secara istilah, mantiq adalah:


“Alat dan kaidah universal yang menjaga akal dari kesalahan dalam berpikir.”


Dengan mantiq, cara berpikir menjadi lebih tertata, perkataan lebih terukur, dan seseorang terhindar dari kekeliruan dalam memahami maupun menyimpulkan suatu perkara.

5. Fungsi dan Keistimewaan Mantiq

Imam al-Ghazali menegaskan:

“Barangsiapa tidak menguasai mantiq, maka ilmunya tidak dapat dipercaya.”


Hal ini karena mantiq adalah miizan (timbangan) bagi seluruh ilmu. Ia berfungsi menjaga pikiran agar tidak terombang-ambing, sekaligus membuka wawasan terhadap hal-hal yang lebih halus dan mendalam.


Bahkan sebagian ulama menyebut mantiq sebagai sayyidul ‘ulum (pemimpin ilmu), sebab setiap disiplin ilmu harus diuji dengan kaidah logika agar validitasnya terjamin.

6. Mantiq dan Sejarahnya

Peletak dasar ilmu mantiq adalah Aristoteles (Aristo). Ia menulis sistem logika untuk membantah aliran sofistik yang mengingkari adanya hakikat kebenaran. Menurut kelompok sofis, semua pendapat bisa dianggap benar, tergantung siapa yang mengatakannya.


Aristoteles bersama gurunya, Socrates dan Plato, menolak pandangan ini. Mereka menegaskan bahwa kebenaran harus dapat dicapai melalui berpikir rasional yang teratur. Dari sinilah lahir ilmu mantiq yang kemudian diadopsi dan dikembangkan oleh para ulama Islam.

7. Hubungan Mantiq dan Kalam

Mantiq dan kalam memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya sama-sama berangkat dari logika yakiniah. Dalam kalam, mantiq menjadi alat penting untuk menyusun argumentasi dalam masalah akidah, membantah aliran-aliran sesat, serta menjaga keyakinan dari keraguan.


Dengan mantiq, seorang pelajar akan memiliki kerangka berpikir yang lebih kuat, sehingga tidak mudah terjebak pada pemikiran batil yang seringkali memanipulasi logika.

8. Penutup

Ilmu mantiq bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, melainkan khadim (pelayan) bagi seluruh ilmu. Tanpa mantiq, pemahaman terhadap fikih, tafsir, hadis, maupun kalam akan rapuh. Sebaliknya, dengan mantiq, setiap ilmu akan lebih kokoh, jelas, dan mendalam.


Sebagaimana ditegaskan para ulama:

“Al-mantiq sayyidul ‘ulum” – mantiq adalah pemimpin seluruh ilmu.


Semoga kajian ringkas ini menambah kesadaran kita akan pentingnya mempelajari mantiq, khususnya dalam membangun keyakinan melalui ilmu kalam.


Wallahu a’lam bish-shawab.

No comments: