Tuesday, September 2, 2025

Adab dalam berdo'a

 Hikmah ke-21 dalam al-Hikam: Adab Berdoa kepada Allah

Ibnu Atha’illah dalam al-Hikam menyampaikan sebuah hikmah penting tentang adab seorang hamba dalam berdoa:

“Tholabuka minhu ittihamun lahu, wattholabuka lahu ghaibatun ‘anhu, wattholabuka min ghairihi liqillati hayā’ika minhu, wattholabuka min ghairihi liwujudi bu‘dika ‘anhu.”

Artinya: Permintaanmu kepada Allah bisa menjadi bentuk tuduhan terhadap-Nya. Permintaanmu untuk mencari Allah adalah tanda ketidakhadiranmu dari-Nya. Permintaanmu kepada selain Allah menunjukkan sedikitnya rasa malumu kepada-Nya. Dan permintaanmu kepada selain Allah adalah tanda jauhnya dirimu dari-Nya.

Doa Sebagai Adab, Bukan Sekadar Permintaan

Hikmah ini menegaskan bahwa doa bukan hanya soal menyampaikan hajat. Ada adab yang harus dijaga. Berdoa pada hakikatnya adalah izharul ‘ubudiyah—penampakan sifat kehambaan kita di hadapan Allah.

Ketika seorang hamba berdoa, ia sedang menegaskan: Aku butuh kepada-Mu, Ya Allah. Aku lemah tanpamu. Aku tidak memiliki daya apa pun kecuali dengan pertolongan-Mu.

Karena itu, doa bukan sekadar daftar permintaan. Allah sudah Maha Mengetahui hajat hamba-Nya, bahkan lebih tahu daripada hambanya sendiri. Jika doa hanya dipahami sebagai permintaan, seakan-akan itu adalah tuduhan bahwa Allah belum mengetahui kebutuhan kita.

Allah Maha Mengetahui Segala Hajat

Allah adalah Al-‘Alim dan Al-Khabir, Maha Mengetahui lagi Maha Teliti. Dia mengetahui kebutuhan hamba lebih detail dibandingkan hamba itu sendiri. Bahkan terkadang doa yang kita panjatkan “meleset”—bukan itu yang terbaik bagi kita.

Karena itu, doa yang benar bukanlah tuduhan, melainkan penegasan penghambaan. Kita berdoa karena Allah memerintahkan: “Ud‘ūnī astajib lakum” (Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan).

Perumpamaan Orang Kaya dan Orang Miskin

Doa diibaratkan seperti orang miskin yang tetap menjaga kehormatan dirinya. Ia menjual barang-barang kecil—korek api, tisu, atau permen—bukan karena ia ingin berdagang serius, tetapi agar tidak tampak meminta-minta.

Ketika datang orang kaya membeli barangnya dengan harga jauh lebih tinggi, jelas orang kaya itu tidak butuh barang tersebut. Ia hanya ingin memuliakan si miskin tanpa menjatuhkan harga dirinya.

Demikian pula doa seorang hamba. Allah memberi bukan karena ibadah kita “sebanding” dengan surga, tetapi karena Allah ingin memuliakan kita. Ibadah dan doa kita hanyalah sarana menjaga adab kehambaan.

Doa dan Zikir

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang sibuk mengingat-Ku hingga tidak sempat meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri sesuatu yang lebih baik daripada apa yang diminta oleh orang-orang yang berdoa.”

Hadis ini menunjukkan bahwa zikir lebih utama daripada doa permintaan. Orang yang sibuk berzikir, membaca Al-Qur’an, atau beramal untuk orang lain hingga tidak sempat berdoa, justru mendapatkan keutamaan lebih besar daripada orang yang hanya sibuk meminta.

Meminta kepada Selain Allah

Hikmah ini juga mengingatkan: meminta kepada selain Allah adalah tanda sedikitnya rasa malu kita kepada Allah, bahkan tanda jauhnya hati dari-Nya.

Islam tidak melarang kita mengambil sebab—seperti berobat ketika sakit atau bekerja untuk mencari nafkah. Namun kita harus yakin bahwa di balik semua sebab, Allah-lah yang Maha Mengatur. Obat bukan penyembuh sejati, pekerjaan bukan sumber rezeki mutlak. Semua itu hanyalah jalan yang Allah tetapkan.

Dunia: Petunjuk atau Hijab?

Sebagian orang masih mencari-cari dalil tentang keberadaan Allah, seolah-olah tanda-tanda alam tidak cukup jelas. Padahal segala sesuatu di langit dan bumi adalah bukti kehadiran Allah. Jika tanda-tanda ini tidak membuat hati kita mengenal Allah, justru tanda itu berubah menjadi hijab.

Hakikat Rezeki

Rezeki setiap orang sudah ditentukan Allah. Tidak ada yang bisa mengambil atau menukar rezeki orang lain. Karena itu, sifat hasad (iri) adalah bentuk penentangan terhadap ketetapan Allah.

Kalau ingin nikmat seperti orang lain, mintalah dengan doa yang baik (ghibthah), bukan dengan berharap nikmat itu hilang darinya (hasad).

Kesederhanaan Rasulullah ﷺ

Rasulullah ﷺ, manusia termulia, hidup dengan penuh kesederhanaan. Beliau tidur di atas tikar kasar hingga meninggalkan bekas di tubuhnya. Ketika sahabat merasa iba, Rasul menjawab: “Bagi mereka dunia, dan bagi kita akhirat.”

Pelajaran dari Rasulullah jelas: dunia ini bukan tujuan. Yang utama adalah hubungan mesra dengan Allah dan bekal akhirat.

Penutup

Hikmah ke-21 mengajarkan empat hal penting:

1. Doa sebagai penghambaan: bukan sekadar permintaan, tapi perwujudan sifat ubudiyah.

2. Allah Maha Mengetahui: jangan sampai doa menjadi tuduhan seakan-akan Allah tidak tahu kebutuhan kita.

3. Jangan bergantung kepada selain Allah: sebab sejati hanyalah Allah.

4. Zikir lebih utama dari permintaan: karena ia menunjukkan kedekatan, bukan sekadar kebutuhan.

Dengan memahami adab ini, doa kita akan lebih bermakna: bukan transaksi, bukan tuduhan, tetapi jalan mesra menuju Allah ﷻ.

No comments: