Bismillāhirrahmānirrahīm
Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
Bismillāh, walhamdulillāh, wassalātu wassalāmu ‘alā Rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa asḥābihi ajma‘īn.
Alhamdulillāh, ahlan wa sahlan, selamat datang kembali di channel ini. Kita akan melanjutkan pembacaan kitab al-Ḥadīts asy-Syarīf wal-Balāghah an-Nabawiyyah karya Dr. Sa‘īd Ramaḍān al-Būṭī. Pada kesempatan kali ini, insyaAllah kita akan membahas mengenai ḥadīts ṣaḥīḥ: apa yang dimaksud dengan hadis ṣaḥīḥ serta kriteria-kriteria yang menjadikannya ṣaḥīḥ.
Kenapa penting? Karena pembagian hadis ke dalam kategori ṣaḥīḥ, ḥasan, dan ḍa‘īf adalah pembagian dari sisi kualitas hadis. Ini menjadi pondasi penting dalam memahami sunnah Nabi ﷺ.
Latar Belakang Munculnya Ilmu Hadis
Pada masa awal Islam, para sahabat memiliki bahasa yang fasih, hafalan yang kuat, serta niat yang lurus. Namun, pada masa berikutnya, mulai muncul orang-orang yang hafalannya lemah, atau bahkan yang memiliki niat buruk ketika meriwayatkan hadis. Akibatnya, lahirlah hadis-hadis yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ padahal kualitasnya tidak jelas.
Karena kondisi ini, para ulama merasa perlu menyusun kaidah-kaidah dalam periwayatan hadis. Tujuannya agar bisa dibedakan mana hadis yang benar-benar berasal dari Rasulullah ﷺ dan mana yang tidak. Dari sinilah muncul cabang ilmu yang kita kenal sebagai ‘Ilmu Muṣṭalaḥ al-Ḥadīts.
Ilmu ini memiliki urgensi yang sangat besar, yaitu untuk:
-
Menyaring hadis-hadis palsu atau lemah agar tidak bercampur dengan hadis yang sahih.
-
Menjadi pedoman para ulama—bukan hanya ulama hadis, tetapi juga sejarawan, ahli adab, dan lainnya—agar dalam meriwayatkan berita atau peristiwa selalu disertai dengan sanad.
Ada ungkapan terkenal dari para ulama: “Man asnada faqad aslama” — Barangsiapa yang menyertakan sanad, maka ia telah selamat.
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas
Secara umum, hadis dapat dibagi menjadi beberapa kategori utama:
-
Ḥadīts Ṣaḥīḥ – hadis yang sahih.
-
Ḥadīts Ḥasan – hadis yang baik, tapi tingkatannya di bawah sahih.
-
Ḥadīts Ḍa‘īf – hadis yang lemah.
-
Ḥadīts Mawḍū‘ – hadis palsu.
Definisi Hadis Ṣaḥīḥ
Hadis ṣaḥīḥ adalah hadis yang memenuhi lima syarat berikut:
-
Ittiṣāl as-Sanad – sanadnya bersambung, tidak ada rawi yang terputus.
-
‘Adālah ar-Rāwī – para perawinya memiliki sifat adil, yaitu tidak melakukan dosa besar, tidak terbiasa melakukan dosa kecil, serta memiliki akhlak yang baik.
-
Ḍabṭ ar-Rāwī – perawi memiliki hafalan yang kuat atau catatan yang akurat.
-
Ada dua bentuk: hafalan dalam dada (ḍabṭ ṣadr) dan hafalan melalui tulisan (ḍabṭ kitābah).
-
-
Tidak terdapat syādzdz – yakni hadis tersebut tidak bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih kuat dalam hafalan maupun keadilan.
-
Tidak terdapat ‘illah – tidak ada cacat tersembunyi dalam sanad maupun matannya.
Jika kelima syarat ini terpenuhi, maka hadis tersebut digolongkan sebagai ḥadīts ṣaḥīḥ.
Contoh Penjelasan
Misalnya, terdapat sebuah hadis tentang Nabi ﷺ yang setelah shalat sunnah Fajar berbaring di sisi kanannya. Riwayat mayoritas ulama menyebutkan bahwa itu adalah perbuatan Nabi (fi‘liyyah). Namun, seorang perawi bernama ‘Abdul Wāḥid meriwayatkannya sebagai ucapan Nabi (qawliyyah). Karena periwayatan ini menyelisihi mayoritas perawi yang lebih kuat, maka riwayat ‘Abdul Wāḥid dianggap syādzdz.
Kesimpulan Awal
Dengan demikian, syarat hadis ṣaḥīḥ dapat diringkas menjadi:
-
Sanad bersambung.
-
Perawi adil.
-
Perawi kuat hafalannya (ḍābiṭ).
-
Tidak ada kejanggalan (syādzdz).
-
Tidak ada cacat (‘illah).
Hadis ṣaḥīḥ ini nantinya juga terbagi lagi berdasarkan jumlah perawi: ḥadīts mutawātir dan ḥadīts āḥād. InsyaAllah pembahasan ini akan kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya.
Semoga yang kita pelajari bermanfaat.
Wassalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
No comments:
Post a Comment