Saturday, August 30, 2025

Penjagaan dan penulisan hadis

 Kuliah ulumul hadis (2)

Penjagaan dan Penulisan Hadis Nabi ﷺ

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, washalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wasahbihi ajma’in.


Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari salah satu kitab karya Syekh Dr. An-Nabawiyah yang membahas tentang hadis Nabi ﷺ dan juga ilmu balaghah. Namun, fokus pembahasan kita kali ini adalah hadis Nabi Muhammad ﷺ, khususnya mengenai kaifa hufizha wa tumidauna al-hadits — bagaimana hadis itu dijaga, ditulis, serta sampai kepada kita.


1. Cara Sampainya Al-Qur’an dan Hadis

Syekh menjelaskan bahwa Al-Qur’an dan hadis sampai kepada kita melalui dua jalur utama:

1. Talaqqi Asy-Syafahi — yaitu melalui hafalan dari mulut ke mulut.

2. Tadwin al-Kitabah — yaitu melalui penulisan tangan.


Al-Qur’an sampai kepada kita dengan dua cara tersebut, demikian pula hadis Nabi ﷺ. Namun, pada fase awal, jalur utama yang lebih ditekankan adalah hafalan (asy-syafahi).

2. Kekuatan Hafalan Bangsa Arab

Mengapa hafalan menjadi metode utama?

Para sahabat memiliki fasahah bahasa Arab yang murni, pikiran yang jernih, serta lingkungan yang mendukung daya ingat mereka. Hidup di padang pasir tanpa kesibukan budaya yang kompleks, mereka mudah menghafalkan syair, pidato, maupun hikmah-hikmah para hukama.


Bukti lain adalah sampai kepada kita syair-syair jahiliyah dan mu‘allaqat (syair-syair yang digantung di Ka’bah). Semua itu bertahan karena tradisi hafalan yang kuat. Maka, ketika datang Islam, para sahabat pun dengan semangat menghafalkan hadis-hadis Nabi ﷺ, sebagaimana mereka terbiasa menghafal syair.

3. Hubungan Sahabat dengan Nabi ﷺ

Para sahabat memiliki keterikatan (ta‘alluq) yang kuat dengan Rasulullah ﷺ. Mereka sadar bahwa ucapan beliau bersumber dari cahaya kenabian. Karena itu, mereka mengerahkan segenap usaha untuk menghafalkan hadis-hadis yang beliau sampaikan.


Contohnya, Anas bin Malik berkata:

"Apabila kami mendengar hadis dari Rasulullah ﷺ, lalu pulang, kami saling mengingat-ingat dan saling mengulanginya di antara kami."

4. Peran Abu Hurairah

Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dikenal sebagai periwayat hadis yang terbanyak. Beliau berkata:


"Aku membagi malamku menjadi tiga bagian: sepertiga untuk shalat, sepertiga untuk tidur, dan sepertiga untuk mengulang-ulang hadis Rasulullah ﷺ."


Ini menunjukkan kesungguhan beliau dalam menjaga hadis melalui hafalan.

5. Larangan Penulisan Hadis di Awal Islam

Pada awal dakwah, Nabi ﷺ melarang penulisan hadis selain Al-Qur’an. Beliau khawatir hadis akan bercampur dengan Al-Qur’an, mengingat para sahabat masih baru mengenal gaya bahasa Al-Qur’an dan belum terbiasa membedakan antara uslub (gaya bahasa) wahyu dan ucapan Nabi.


Rasulullah ﷺ bersabda:

"Janganlah kalian menulis dariku selain Al-Qur’an. Barang siapa menulis selain Al-Qur’an dariku, hendaklah ia menghapusnya." (HR. Muslim, dari Abu Sa‘id al-Khudri)

6. Perubahan Hukum: Penulisan Hadis Diperbolehkan

Ketika para sahabat sudah terbiasa dengan gaya bahasa Al-Qur’an dan tidak lagi dikhawatirkan mencampurinya dengan hadis, Rasulullah ﷺ mengizinkan penulisan hadis.


Contohnya adalah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata:


"Aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ. Namun, aku dicegah oleh sebagian Quraisy, karena mereka berkata: Rasulullah juga berbicara dalam keadaan marah maupun ridha. Lalu aku sampaikan hal itu kepada Rasulullah ﷺ. Beliau menunjuk mulutnya dan bersabda: Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah keluar darinya kecuali kebenaran."


Abu Hurairah pun mengakui:

"Tidak ada seorang pun sahabat Nabi ﷺ yang lebih banyak meriwayatkan hadis daripada aku, kecuali Abdullah bin Amr, karena ia menulis sedang aku tidak."

7. Kesimpulan Para Ulama

Dengan demikian, hadis-hadis yang melarang penulisan dan yang membolehkannya tidak bertentangan. Larangan berlaku pada awal Islam, saat dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an. Setelah para sahabat terbiasa, Nabi ﷺ membolehkan bahkan mendorong penulisan hadis.


Di masa tabi‘in (generasi setelah sahabat), penulisan hadis semakin meluas dan berkembang. Dari sinilah kemudian lahir kodifikasi hadis yang lebih sistematis hingga sampai kepada kita dalam bentuk kitab-kitab hadis yang terkenal seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan lainnya.

Penutup

Dari uraian ini, jelas bahwa hadis Nabi ﷺ terjaga melalui dua jalur: hafalan yang kuat dari para sahabat dan penulisan yang kemudian dilakukan secara resmi. Semua itu merupakan bukti perhatian besar umat Islam sejak awal terhadap sunnah Rasulullah ﷺ, sehingga sampai kepada kita dalam keadaan terjaga.


Wallahu a‘lam bish-shawab.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

No comments: